Laman

Kamis, 25 November 2010

Coret Dan Lupakan

Pernahkah engkau bertemu dengan seseorang yang tidak pernah merasa salah dan keras kepala? Dengan seseorang yang selalu merasa dirinya benar walau dengan sangat hati-hati kita menegurnya? Ya, aku mengalaminya. Pernahkah engkau disakiti dan kemudian orang yang menyakitimu meminta maaf kepadamu kembali? Ya, aku mengalaminya. Ketika aku memilih diam karena tidak mampu lagi berhadapan dengan batu karang, dia mengirimkan deburan ombak maafnya. Mengajakku kembali untuk bermain-main di pantainya. Hingga senja meluluhkanku, menghilangkan sakit hati, dendam, dan rasa benci di hatiku. Aku kemudian kembali menjenguknya. Parah memang, aku selalu jatuh di lubang yang sama.

Tetapi setelah aku sampai di sana. Dirinya terbahak, digoresnya diriku dengan tajamnya ujung-ujung karang. Perih, seperti diiris sembilu. Aku tidak menyangka. Aku kira ketulusan memaafkan bisa merubah hatinya. Melunakkan karangnya. Aku kira dengan sebuah pelajaran diam dan diabaikan bisa membuatnya tersadar. Tetapi aku salah. Kenyataannya maafku hanya dijadikan ajang baginya untuk membalasku. Padahal aku sudah bersusah payah mencabut kembali paku- paku yang dia tancapkan di hatiku. Tetapi kehadirannya di dekatku ternyata untuk menyiramkan cuka di atasnya. Sungguh, perihnya tidak terkira.

Kadangkala aku tidak habis pikir. Salahku di mana. Bukankah wajar ketika kita disakiti kita memilih diam? Walaupun kobaran api itu mendekati lagi. Bukan benci, tetapi hanya butuh waktu untuk sendiri. Dan ketika, hati yang panas telah mendingin. Aku tersenyum kembali. Melupakan semua sakit hati dan masalah. Orang bilang, yang sudah ya biarlah sudah. Tetapi kobaran api itu malah melahapku, memberikan balasan yang begitu kejam. Inilah balasan untukmu karena mengacuhkanku beberapa hari yang lalu, begitu dia mengejekku.

Aku tidak mengerti, mengapa di dunia ini ada manusia seperti itu? Bahkan membayangkannya aku pun tak mampu. Bukankah indah, hidup tanpa masalah? Mengapa harus disimpan kerak-kerak kebencian dan dikeluarkan setiap ada kesempatan? Ah, aku tidak mengerti.

Mungkin aku banyak belajar, bahwa memaafkan tidak berarti kembali memasuki lubang. Mungkin aku harus mawas diri, karena berteman tidak berarti harus mengorbankan harga diri. Yah, aku akan berlatih menghargai hatiku, menyanyangi diriku. Dan tidak akan ku biarkan karang-karang liar di tepi samudra menggores kembali luka di jiwa.

Jika kau mengalami hal yang sama denganku. Coret dan lupakan nama itu, agar hatimu tidak tersakiti kembali tapi jangan pernah mencoba menyamakan kedudukan dengan cara membalasnya. Senyum..^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar